Musim liburan sekolah telah tiba. Selama kurang lebih tiga pekan, para siswa menikmati liburan panjang.
Segala rutinitas di bangku sekolah untuk sementara ditinggalkan. Tak hanya anak, meski tidak sepenuhnya libur karena harus mengurusi pendaftaran siswa baru, para guru juga ikut menikmati momentum liburan tersebut. Ada juga orangtua yang sengaja mengambil cuti bersamaan dengan libur anak-anak. Hal ini tiada lain bertujuan untuk bisa bersama-sama keluarga menikmati liburan panjang.
Lantas, bagaimana seharusnya seorang muslim memanfaatkan waktu liburan? Apakah waktu libur hanya digunakan untuk bersenang-senang?
Anggota Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pengurus Takmir Mesjid Raya Fatimah, Solo, AM Husni Thamrin SIQ SthI, menyarankan agar waktu libur tetap dimanfaatkan untuk melakukan berbagai amal kebaikan. Jangan sampai terbuang sia-sia hanya untuk bersenang-senang.
”Dalam kaidah Islam, waktu merupakan satu di antara dua nikmat Allah SWT yang sering dilalaikan manusia. Padahal waktu berjalan sangat cepat, bagaikan awan yang bergerak, bagaikan angin yang bertiup kencang sehingga tak bisa dihentikan. Waktu juga merupakan kesempatan yang tak kan pernah terulang kembali. Sehingga manusia harus memanfaatkan nikmat waktu dengan baik,” jelasnya saat ditemui Espos di tempat kerjanya, Kamis (25/6).
Perintah Ilahi
Hal itu, katanya, sejalan dengan perintah Ilahi agar seorang muslim tidak melupakan kehidupan akhirat. Allah SWT berfirman, ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan,” (QS Al Qashash: 77).
”Jika seorang muslim telah selesai melakukan suatu pekerjaan, segera laksanakan pekerjaan berikutnya. Sadarilah bahwa setiap detik akan dihisab oleh Allah SWT,” ujarnya seraya mengutip salah satu firman-Nya. ”Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,” (QS Al Insyirah: 7).
Lembaran hidup seorang muslim, terangnya, seharusnya ditulis dengan tinta-tinta iman dan amal saleh. Hal ini mengingat umat Muhammad adalah umat terakhir. Jika diibaratkan, umat terdahulu lahir di pagi hari, tapi umat Muhammad lahir di sore hari. ”Artinya waktu kehancuran dunia semakin dekat. Hari Kiamat itu merupakan sebuah keniscayaan yang pasti terjadi. Oleh karena itu nikmat waktu dan kesempatan yang dianugerahkan Allah, harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk melakukan amal-amal yang produktif,” ungkapnya.
Tak jauh berbeda, salah satu dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Surakarta, Irfan Supandi MAg, menyarankan agar seorang muslim senantiasa menjaga waktu salat dengan baik. Jika ibadah salat terjaga, insya allah waktu lainnya juga akan produktif.
Allah SWT berfirman, ”Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman,” (QS An Nisaa’: 103).
”Jika seseorang telah menyadari bahwa dirinya selama ini sering menyia-nyaiakan waktu, segeralah bertobat. Yakni dengan menyesali dosanya di masa lalu, berjanji tidak akan mengulangi lagi di masa selanjutnya dan berusaha mengisi hari esok dengan amal kebaikan,” ungkapnya.
Sumber:
Eni Widiastuti. 2009.
